SINTESIS SENYAWA EUSIDERIN A
Eusiderin A(1) merupakan turunan
neolignan langka yang pertama kali diisolasi dari tumbuhan Eusideroxylon
zwagery ( kayu bulian) bersama-sama dengan eusiderin B dan C (Hobbs and King,
1960). Senyawa eusiderin memiliki kemampuan menghambat 66% pertumbuhan miselim
jamur pelapuk kayu(Tyromeces polutris) dan menghambat 52% Coriolus (Syafii dkk., 1987). Selain itu
senyawa ini juga memperlihatkan aktifitas antimakan terhadap hama tanaman
hortikultura (Epilachna sparsa) dengan keaktifan 90% pada konsentrasi 0,01%
tanpa menunjukkan efek toksik pada uji brine shrimp lethality test (LC50 >
500 ppm) (Syamsurizal dkk., 2001).
berikut sintesis senyawa eusiderin
berikut sintesis senyawa eusiderin
Senyawa 2 dan 3 berhasil disintesis
dari senyawa (1) setelah penambahan 5 equivalen BBr3 pada suhu 0oC. Reaksi pada
suhu kamar dengan rasio 20 equivalen menyebabkan senyawa (1) terbuka cincin
dioksannya menjadi senyawa 4-6. Senyawa 2 berdasarkan data spektrum massa
FAB-MS(m/z), 373(M+H)+ memperlihatkan perbedaan massa 14 satuan dari senyawa 1.
Berdasarkan data spektroskopi massa ini menyarankan telah terjadi demetilasi
satu gugus metoksil. Disamping itu dari spektrum 1H-NMR terlihat hilangnya
signal 6-OCH3 pada d 3,88 ppm (3H,s) dan munculnya signal gugus 6-OH pada d
5,58 ppm (1H, s). Demetilasi yang terjadi pada posisi C-6 dibuktikan dengan
percobaan NOESY (Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy) yang menunjukkan
adanya korelasi signal gugus OH pada d 5,58 ppm dengan signal dua gugus metoksi
pada d 3,91 ppm. Selain itu tidak terjadi demetilasi pada posisi C-6’ yang
ditunjukkan oleh adanya korelasi NOESY signal H-5’ pada d 6,62 ppm dengan gugus
6’-OCH3 pada d 3,89 ppm.
Senyawa 3 dapat dielusidasi strukturnya
dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 359(M+H)+ yang memperlihatkan perbedaan
massanya 28 satuan dari senyawa 1, ini berarti ada dua gugus metoksil yang
mengalami demetilasi. Selain itu spektrum 1H-NMR senyawa 3 secara spesifik
memperlihatkan terjadinya pergeseran down field yang signifikan signal proton
pada posisi H-4 (0,09 ppm) dan H-8 (0,10 ppm) yang mengindikasikan terjadinya
demetilasi pada posisi C-5 dan C-6. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya dua
signal gugus hidroksil pada d 5,38 ppm(1H,s, 5-OH) dan 5,47 ppm (1H,s, 6-OH).
Kedua signal gugus hidroksil ini pada spektrum NOESY memperlihatkan adanya korelasi
antara signal H-4 dengan signal gugus 5-OH dan antara gugus 6-OH dengan 7-OCH3
(Gambar 1). Massa molekul senyawa 2 ditetapkan dari data spektrum massa
FAB-MS(m/z), 359(M+H)+.
Data spektrum massa senyawa 5 FABMS(
m/z), 391 (M+H)+ memperlihatkan selisih massanya dengan senyawa (2) sebanyak 18
satuan yang berarti ada satu gugus hidroksil baru yang terbentuk. Fakta ini
didukung oleh data 1H-NMR yang ditandai oleh munculnya signal gugus hidroksi
pada d 5.19(1H, s, H-6’a) diikuti dengan perubahan signal proton yang
signifikan pada posisi H-2 (0,61 ppm, down field) dan H-3(0,55 ppm, upfield),
seperti terlihat pada Tabel 1. Cincin dioksan yang terbuka dapat diketahui
melalui percobaan NOESY dimana terlihat adanya korelasi signal gugus hidroksil
pada posisi 6’a dengan gugus metoksi pada posisi C-6, didukung melalui spektrum
COSY dua proton metin alifatik H-2 dan H-3 berkorelasi satu sama lain. Kerangka
struktur 5 yang mirip dengan 2 ditunjukkan dengan puncak silang sinyal NOESY
pada gugus hidroksil H-6 dengan gugus metoksil pada posis C-5 dan C-7, adanya
korelasi signal H-5 dan gugus metoksil pada posisi C-6’, demikian juga halnya
dengan signal metoksil 6’-OCH3 dan 6’a-OH (Gambar 2).
Massa molekul senyawa 4 ditetapkan dari
data spektrum massa FAB-MS(m/z), 181 (M+H)+ berarti perbedaan massanya separuh
lebih kecil dari senyawa (1) yang mengindikasikan senyawa 4 merupakan
monomernya. Berdasarkan data 1H-NMR terlihat hilangnya dua signal proton
aromatik H-4 dan H-8 termasuk dua signal proton alifatik H-2 dan H-3 dan gugus
3”-CH3 yang menunjukkan terjadinya pembukaan cincin dioksan. Struktur 4 dapat
diidentifikasi dengan adanya signal proton alilik yang khas dari senyawa(1)
masing-masing pada daerah 5,92 ppm (1H, m, H-10), 5,08(2H, dd, H-11), dan 3,27
(2H, t, H-9), selain itu terlihat adanya signal metoksil yang spesifik pada
C-6’. Keberadaan dua gugus hidroksil visinal pada 5,40 ppm (1H, s, 3’a-OH) dan
5,36 ppm (1H, s,6’a-OH) dibuktikan melalui penambahan D2O yang menyebabkan
hilangnya kedua signal tersebut (Gambar 3).
Massa molekul senyawa 6 berdasarkan
data spektrum massa FAB-MS(m/z), 377 (M+H)+ memperlihatkan perbedaan massanya
18 satuan lebih besar dari senyawa 3 ini berarti bertambahnya satu gugus
hidroksil sebagai akibat terbukanya cincin dioksan. Hal ini ditandai dengan
pergeseran signal 1HNMR yang signifikan H-2 (0,56 ppm, upfield) dan H-3 (0,59
ppm, upfield). Selain itu didukung pula oleh adanya korelasi NOESY antara
signal metoksil 6’-OCH3 dan 6’a-OH. Kerangka struktur 6 yang mirip dengan 3
ditunjukkan oleh adanya puncak silang spektrum NOESY gugus 5-OH dan H-4,
disamping H-6 dan gugus metoksil pada C-7, dan puncak silang pada H- 5’dan
gugus metoksil pada C-6’.
Daftar pustaka :
Hobbs,
J. J.,and F. E. King, 1960, The Chemistry of Extractives from Hardwoods.
Eusiderin, a possible by-product of Lignin Synthesis in Eusideroxylon zwagery,
J. Chem. Soc., 4732- 4738.
Syamsurizal,
N. Harun, Harizon, Afrida, S. A . Achmad, N. Aimi, E. H. Hakim, M. Kitajima, Y.
M. Syah, H. Takayama, 2001, Examination of The Iron-wood Eusideroxylon zwagery
for The Presence of Insect Antifeedant, Bull. Soc. Nat. Prod. Chem.
(Indonesia), 1:2, 36-41.
Syamsurizal
dan Afrida. 2009. Sintesis Turunan Eusiderin A dan Evaluasi Aktifitas Antimakan
terhadap Hama Tanaman, Epilachna sparsa. Universitas Jambi, Jambi.