Rabu, 10 Mei 2017

Sintesis senyawa Eusiderin A



SINTESIS SENYAWA EUSIDERIN A
Eusiderin A(1) merupakan turunan neolignan langka yang pertama kali diisolasi dari tumbuhan Eusideroxylon zwagery ( kayu bulian) bersama-sama dengan eusiderin B dan C (Hobbs and King, 1960). Senyawa eusiderin memiliki kemampuan menghambat 66% pertumbuhan miselim jamur pelapuk kayu(Tyromeces polutris) dan menghambat  52% Coriolus (Syafii dkk., 1987). Selain itu senyawa ini juga memperlihatkan aktifitas antimakan terhadap hama tanaman hortikultura (Epilachna sparsa) dengan keaktifan 90% pada konsentrasi 0,01% tanpa menunjukkan efek toksik pada uji brine shrimp lethality test (LC50 > 500 ppm) (Syamsurizal dkk., 2001).
berikut sintesis senyawa eusiderin
Senyawa 2 dan 3 berhasil disintesis dari senyawa (1) setelah penambahan 5 equivalen BBr3 pada suhu 0oC. Reaksi pada suhu kamar dengan rasio 20 equivalen menyebabkan senyawa (1) terbuka cincin dioksannya menjadi senyawa 4-6. Senyawa 2 berdasarkan data spektrum massa FAB-MS(m/z), 373(M+H)+ memperlihatkan perbedaan massa 14 satuan dari senyawa 1. Berdasarkan data spektroskopi massa ini menyarankan telah terjadi demetilasi satu gugus metoksil. Disamping itu dari spektrum 1H-NMR terlihat hilangnya signal 6-OCH3 pada d 3,88 ppm (3H,s) dan munculnya signal gugus 6-OH pada d 5,58 ppm (1H, s). Demetilasi yang terjadi pada posisi C-6 dibuktikan dengan percobaan NOESY (Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy) yang menunjukkan adanya korelasi signal gugus OH pada d 5,58 ppm dengan signal dua gugus metoksi pada d 3,91 ppm. Selain itu tidak terjadi demetilasi pada posisi C-6’ yang ditunjukkan oleh adanya korelasi NOESY signal H-5’ pada d 6,62 ppm dengan gugus 6’-OCH3 pada d 3,89 ppm.
Senyawa 3 dapat dielusidasi strukturnya dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 359(M+H)+ yang memperlihatkan perbedaan massanya 28 satuan dari senyawa 1, ini berarti ada dua gugus metoksil yang mengalami demetilasi. Selain itu spektrum 1H-NMR senyawa 3 secara spesifik memperlihatkan terjadinya pergeseran down field yang signifikan signal proton pada posisi H-4 (0,09 ppm) dan H-8 (0,10 ppm) yang mengindikasikan terjadinya demetilasi pada posisi C-5 dan C-6. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya dua signal gugus hidroksil pada d 5,38 ppm(1H,s, 5-OH) dan 5,47 ppm (1H,s, 6-OH). Kedua signal gugus hidroksil ini pada spektrum NOESY memperlihatkan adanya korelasi antara signal H-4 dengan signal gugus 5-OH dan antara gugus 6-OH dengan 7-OCH3 (Gambar 1). Massa molekul senyawa 2 ditetapkan dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 359(M+H)+.
Data spektrum massa senyawa 5 FABMS( m/z), 391 (M+H)+ memperlihatkan selisih massanya dengan senyawa (2) sebanyak 18 satuan yang berarti ada satu gugus hidroksil baru yang terbentuk. Fakta ini didukung oleh data 1H-NMR yang ditandai oleh munculnya signal gugus hidroksi pada d 5.19(1H, s, H-6’a) diikuti dengan perubahan signal proton yang signifikan pada posisi H-2 (0,61 ppm, down field) dan H-3(0,55 ppm, upfield), seperti terlihat pada Tabel 1. Cincin dioksan yang terbuka dapat diketahui melalui percobaan NOESY dimana terlihat adanya korelasi signal gugus hidroksil pada posisi 6’a dengan gugus metoksi pada posisi C-6, didukung melalui spektrum COSY dua proton metin alifatik H-2 dan H-3 berkorelasi satu sama lain. Kerangka struktur 5 yang mirip dengan 2 ditunjukkan dengan puncak silang sinyal NOESY pada gugus hidroksil H-6 dengan gugus metoksil pada posis C-5 dan C-7, adanya korelasi signal H-5 dan gugus metoksil pada posisi C-6’, demikian juga halnya dengan signal metoksil 6’-OCH3 dan 6’a-OH (Gambar 2).
Massa molekul senyawa 4 ditetapkan dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 181 (M+H)+ berarti perbedaan massanya separuh lebih kecil dari senyawa (1) yang mengindikasikan senyawa 4 merupakan monomernya. Berdasarkan data 1H-NMR terlihat hilangnya dua signal proton aromatik H-4 dan H-8 termasuk dua signal proton alifatik H-2 dan H-3 dan gugus 3”-CH3 yang menunjukkan terjadinya pembukaan cincin dioksan. Struktur 4 dapat diidentifikasi dengan adanya signal proton alilik yang khas dari senyawa(1) masing-masing pada daerah 5,92 ppm (1H, m, H-10), 5,08(2H, dd, H-11), dan 3,27 (2H, t, H-9), selain itu terlihat adanya signal metoksil yang spesifik pada C-6’. Keberadaan dua gugus hidroksil visinal pada 5,40 ppm (1H, s, 3’a-OH) dan 5,36 ppm (1H, s,6’a-OH) dibuktikan melalui penambahan D2O yang menyebabkan hilangnya kedua signal tersebut (Gambar 3).
Massa molekul senyawa 6 berdasarkan data spektrum massa FAB-MS(m/z), 377 (M+H)+ memperlihatkan perbedaan massanya 18 satuan lebih besar dari senyawa 3 ini berarti bertambahnya satu gugus hidroksil sebagai akibat terbukanya cincin dioksan. Hal ini ditandai dengan pergeseran signal 1HNMR yang signifikan H-2 (0,56 ppm, upfield) dan H-3 (0,59 ppm, upfield). Selain itu didukung pula oleh adanya korelasi NOESY antara signal metoksil 6’-OCH3 dan 6’a-OH. Kerangka struktur 6 yang mirip dengan 3 ditunjukkan oleh adanya puncak silang spektrum NOESY gugus 5-OH dan H-4, disamping H-6 dan gugus metoksil pada C-7, dan puncak silang pada H- 5’dan gugus metoksil pada C-6’.
Daftar pustaka :
Hobbs, J. J.,and F. E. King, 1960, The Chemistry of Extractives from Hardwoods. Eusiderin, a possible by-product of Lignin Synthesis in Eusideroxylon zwagery, J. Chem. Soc., 4732- 4738.
Syamsurizal, N. Harun, Harizon, Afrida, S. A . Achmad, N. Aimi, E. H. Hakim, M. Kitajima, Y. M. Syah, H. Takayama, 2001, Examination of The Iron-wood Eusideroxylon zwagery for The Presence of Insect Antifeedant, Bull. Soc. Nat. Prod. Chem. (Indonesia), 1:2, 36-41.
Syamsurizal dan Afrida. 2009. Sintesis Turunan Eusiderin A dan Evaluasi Aktifitas Antimakan terhadap Hama Tanaman, Epilachna sparsa. Universitas Jambi, Jambi.